Pemadam kebakaran atau disingkat DAMKAR merupakan unsur pelaksana dari Pemerintah yang memiliki tanggung jawab membantu masyarakat dalam penanganan kebakaran. Selain melakukan pemadaman api, petugas damkar juga dilatih untuk melakukan evakuasi seperti penyelamatan korban kecelakaan, bencana alam, dan evakuasi gawat darurat lainnya.
Jika dilihat dari sejarah, sejak zaman Hindia Belanda peran Damkar sudah banyak membantu masyarakat. Pemerintahan Hindia Belanda membentuk organisasi penanganan kebakaran, saat itu bernama de Brandweer. Organisasi ini dijalankan di setiap kota yang berada di hilir sungai maupun pesisir seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Berdirinya de Brandweer di setiap kota memiliki rentang waktu yang berbeda-beda.
Berdasar catatan dalam buku : “Dari BRANDWEER ke Dinas Kebakaran DKI Jakarta” yang disusun oleh GH Winokan, Pensiunan DPK, urusan pemadam kebakaran di kota Jakarta mulai diorganisir pada tahun 1873 oleh pemerintah Hindia Belanda. Korps ini semula bernama Brandweer. Buat menangani masalah kebakaran di Jakarta, secara hukum dibentuk oleh Resident op Batavia melalui ketentuan yang disebut sebagai : “Reglement op de Brandweer in de Afdeeling stand Vorstenden Van Batavia”.
Suatu kejadian penting yang patut dicatat adalah terjadinya kebakaran besar di kampung Kramat-Kwitang. Kebakaran tersebut tak dapat teratasi oleh pemerintah kota pada saat itu. Peristiwa itu mendorong pemerintah atau Gemeente of de Brandweer, pada tanggal 25 Januari 1915 mengeluarkan “Reglement of de Brandweer (Peraturan tentang Pemadam Kebakaran); namun tak lama kemudian, yakni pada tanggal 4 Oktober 1917, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yakni melalui ketentuan yang disebut Staadsblad 1917 No. 602. Hal penting yang perlu dicatat dari kententuan ini adalah pembagian urusan pemadam kebakaran, yakni menjadi Pemadam Kebakaran Sipil dan Pemadam Kebakaran Militer.
Jika melihat perjalanannya, dari sejarah pemadam kebakaran Indonesia tentu peralatan yang digunakan saat itu berbeda dengan yang sekarang. Pada zaman Hindia Belanda pasukan pemadam kebakaran tidak menggunakan mobil yang berisi air, melainkan dengan memanfaatkan saluran air yang berada di dekat lokasi kebakaran dan membawanya dengan ember secara manual.
Cara tersebut terbilang kurang efektif karena jika terjadi musim kemarau, saluran air akan kering. Selain itu, kebakaran akan sulit dipadamkan apabila jauh dari sumber air. Di sisi lain, cara pemadaman dengan peralatan yang kurang memadai juga memiliki risiko tinggi bagi petugas. Para petugas kebakaran saat itu hanya dibekali dengan tangga, alat penyemprot air manual, dan baju serta helm yang mirip seperti jas hujan tidak tahan api. Baju pemadam api dulu justru melindungi badan dari air, bukan dari api.
Jika menelusuri jejak-jejak Brandweer di Jakarta. Dulu, salah satu markas pusat pemadam berada di Jalan Kiai Haji Zainul Arifin nomor 71, sekarang Jalan Ketapang, Jakarta Pusat. Pemadam juga pernah berkantor di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di Jakarta Timur, markas mereka di Jalan Matraman Raya. Mula-mula brandweer tidak memiliki petugas tetap ketika usulan muncul pada awal 1800-an. Baru pada 1850-an, petugas resmi pemadam api dibentuk.
Konon orang Betawi juga tidak bisa lepas dari sejarah berdirinya pemadam kebakaran ini. Buktinya ada Prasasti Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919-1929, diberikan oleh sekelompok orang Betawi sebagai tanda penghargaan dan terima kasih atas darma bakti para petugas pemadam.
Tanda penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk “Prasasti” pada tanggal 1 Maret 1929. Dibuat ketika Brandweer Batavia merayakan ulang tahunnya yang ke-sepuluh pada 1929. Tanda prasasti tersebut sampai sekarang masih tersimpan baik di kantor Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Provinsi DKI Jakarta.
Berikut ini salinan tulisan selengkapnya prasasti tersebut:
“Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919 – 1929”
Di dalam masa jang soeda soeda
Bahaja api djarang tertjega
Habis terbakar langgar dan roema
Tidak memilih tinggi dan renda
Sepoeloeh tahoen sampai sekarang
Semendjak brandweer datang menentang
Bahaja api moedah terlarang
Mendjadikan kita berhati girang
Tanda girang dan terima kassi
Kami semoea orang Betawi
Menghoendjoekan pada hari jang ini
Tanda peringetan boekan seperti
Betawi, 1 Maart 1929
Prasasti tersebut menunjukkan bahwa pemadam kebakaran telah terbentuk secara resmi pada 1919.
Dari bunyi prasasti diatas, terutama pada pencantuman angka 1919-1929 dan menunjuk pada paragraf kedua, pada baris pertama dan kedua dianggap sebagai bukti otentik, maka kemudian tanggal 1 Maret 1919 ditetapkan sebagai tahun berdirinya organisasi Pemadam Kebakaran.
Bukti diatas diperkuat lagi dari data dalam buku “Dari BRANDWEER ke Dinas Kebakaran DKI Jakarta”, yang menyatakan bahwa berkaitan dengan peristiwa kebakaran besar yang tak teratasi pada tahun 1913, maka pada tahun 1919 Walikota Batavia waktu itu mulai mereorganisir kegiatan pemadam kebakaran, yang ditandai dengan didirikannya kantor Brandweer Batavia di daerah Gambir sekarang. Perubahan berikutnya terjadi pada tanggal 31 Juli 1922 melalui ketentuan yang disebut “Bataviasch Brandweer Reglement”, dan kemudian diikuti perubahan berikutnya, yakni pada masa penjajahan Jepang, aturan soal pemadam kebakaran berubah melalui melalui ketentuan dikenal dengan “Osamu seirei No.II” tentang Syoobootai atau pemadam kebakaran. Perubahan ini tercatat pada 20 April 1943. Baru setelah kemerdekaan, sekitar 1957 hingga 1969, istilah pemadam kebakaran kembali diubah menggunakan nomenklatur barisan pemadam kebakaran, disingkat (BPK).
Pada zaman Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, nama barisan pemadam kebakaran alias BPK diubah menjadi Dinas Pemadam Kebakaran melalui Surat Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta No. ib.3/3/15/1969. Perubahan itu tidak hanya mengubah nomenklatur, tetapi juga mengganti tugas pokok dan fungsi DPK, yakni menambahkan nomenklatur Bagian Pencegahan.
Sampai saat ini keberadaan petugas pemadam kebakaran menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Dinas Pemadam Kebakaran adalah unsur pelaksana pemerintah yang diberi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran dan bencana.
Setiap kota di suatu Provinsi memiliki dinas kebakaran yang siap melayani dan membantu masyarakat apabila mengalami musibah kebakaran. Sesuai dengan motto yakni “Pantang Pulang Sebelum Padam”, motto tersebut selama ini terus membakar semangat para petugas pemadam kebakaran dalam memadamkan amukan api.
Disarikan dari berbagai sumber.